18 Desember, 2009

BARMANTIO – Series of My Lost Close Friends

Saya memanggilnya Bram, seperti keinginan dia untuk perubahan namanya, bukan Barmantio, tapi Bramantio. Saya mengenalnya karena dia tinggal di Mess tempat dia bekerja, karena jaraknya tidak begitu jauh dengan rumah saya.

Dia tinggal di kamar paling ujung di Mess. Saya sering menghabiskan waktu dengan berbincang – bincang dan bermain kartu dengan dia di kamar itu.

Sepanjang saya mengenalnya, saya lupa apakah saya pernah melihat dia sedih atau menangis. Dia selalu tampak bahagia dan menyenangkan setiap saat, meski ketika saat dia harus pergi tengah malam dan pulang pagi. Dia terobsesi dengan Body Builder. Padahal tinggi badan dia dan saya tidak jauh berbeda, lebih tinggi dia sih, mungkin satu atau dua sentimeter. Tapi usahanya sangat gigih dalam membentuk tubuhnya. Tiap hari dia sempatkan mengangkat dua kaleng cat yang diisi adukan semen dan pasir. Dan dia berhasil membentuk tubuhnya a-la Ade Rai. Dan saya selalu tertawa geli ketika dia dengan bangganya memamerkan otot – otot di lengannya.

Satu hal yang saya kangeni dari Barmantio adalah, dia salah satu tukang cukur andalan saya. Ketika rambut dikepala ini mulai tumbuh tidak beraturan. Maka saya akan mencari dia untuk merapikannya. Biasanya saya hanya bawa diri ke tempat dia. Sisir dan gunting cukur akan mudah didapat di Mess. Potongan yang dia lakukan sama rambut saya biasanya memuaskan. Walau kadang, dia juga bereksperimen dengan info baru yang dia tahu, maka di kepala saya akan ada hasil karya dia yang LUAR BIASA. Dan saya rela rambut di kepala ini jadi percobaan yang dia mau.

Sebenarnya, saya malah bisa menemui dia pada saat hari kerjanya. Ketika hari libur justru dia akan menghilang dan lari ke rumah kakaknya yang berbeda kecamatan dengan saya.

Dia akan duduk diatas ranjang dua tingkat besi, persis seperti ranjang panti asuhan, ketika dia akan bercerita. Dia selalu antusias ketika bercerita tentang kampung halamannya di Lampung yang gelap gulita. Tentang cerita masa kecilnya a-la si Bolang di Stasiun Televisi Nasional. Dan saya adalah pemirsa setianya dia. Karena dia akan selalu punya cerita baru tentang itu. Juga cerita – cerita ketika dia jadi Salesman perusahaan sejenis apa gitu saya lupa. Pokoknya dia menjual peralatan memasak, kosmetik, sampai jam tangan digital murahan. Dan dia harus berpura – pura menemui orang yang beruntung mendapatkan barang – barang jualannya, seperti acara pemenang undian di jalanan. Padahal orang – orang itu harus membeli barangnya dia. Wah, banyak lagi cerita dari dia.

Saya tidak tahu apakah saya duluan yang pergi ke Jakarta, atau dia yang pergi dari Mess itu karena kontrak kerjanya yang habis.

Beberapa kali saya mendengar berita kalau dia sekarang jadi TNI, atau menjadi ABK di Pelayaran. Katanya lagi, dia sempat datang ke Mess dan bertemu dengan teman – teman lainnya. Tapi waktu itu saya sudah dijerat waktu kerja di Jakarta. Saya belum sempat menemuinya, saat itu.

Saya sendiri belum pernah bertemu dia lagi sejak itu. Dan saya tidak punya ide untuk mengetahui dimana dia berada sekarang.

Saya hanya berharap dia baik – baik saja, memiliki istri yang cantik dan anak – anak yang lucu – lucu dan imut – imut.

Untukmu Bram, sayang saya belum pernah berkesempatan mengambil gambar untuk mengabadikan waktu dirimu masih ada. Dimanapun dirimu berada, saya harap kamu bahagia dan hidupmu penuh berkah, seperti mimpi – mimpimu waktu itu. Mimpi – mimpi saya sudah tidak sama lagi dengan dulu Bram, sejalan dengan waktu dan usia yang makin tua ini. Beberapa mimpi dan harapan sudah saya simpan baik – baik di peti emas saya. Dan sebagian lagi sudah saya lakukan dan nikmati.

Oia, mimpimu untuk bertemu Ade Rai sudah kesampaian belum Bram ? hehehehehe…

1 komentar:

achmad djaenudin mengatakan...

kabar terbaru, sekarang dia jadi sutradara film dan menikah dengan zaskia adya mecca