30 Januari, 2009

Farewell Letter


Bagaimana bila akhirnya ku cinta kau
dari kekuranganmu hingga lebihmu
bagaimana bila semua benar terjadi
mungkin inilah yang terindah

Tentang Kamu
Lirik Lagu Bunga Citra Lestari (BCL)



Itulah perasaan saya setelah beberapa tahun ini bersama. Chiung Yao bilang “ tak ada pesta yang tak usai”. Dan sekarang mungkin saatnya saya mengakhiri pesta bersama anda. Saya sangat berterima kasih atas segalanya. Mohon maaf atas semua perbuatan, perkataan, yang saya niatkan untuk bercanda yang dengan tidak saya sadari telah menyakiti perasaan. Mohon maaf yang sangat untuk hal-hal itu.
Dan dalam satu cerita pasti ada akhir, tapi dalam kehidupan setiap akhir adalah permulaan awal yang baru.
Saya percaya Tuhan memberikan anda selama 4,9 tahun ini kepada saya, bukan tanpa tujuan. Dan saya telah merasakan cinta yang anda berikan.
Dan hari ini terakhir saya bisa mengirimkan email dengan domain ini. Sekali lagi terima kasih atas cinta selama ini. Semoga segalanya bertambah berkah mulai hari ini. Terima kasih.

MOHON PAMIT.

Salam,

Sugi


Gambar diambil dari budisusilo.blogsome.com
terima kasih

25 Januari, 2009

Kucing Kecil Kurus itu SAYA


Kucing Kecil Kurus

Pagi saya bangun lebih awal dari biasanya, rencana mau pulang kampong. Mumpung liburan panjang Imlek. Jam lima kurang lima belas menit saya sudah di pinggir jalan menunggu angkot ke CL.

Sambil menunggu dan setengah kedinginan, tas punggung yang gedenya melebihi besar badan. Itu saya peluk (Padahal badan saya ndut lho)

Seseorang lewat di seberang jalan sana. Yang membuat saya tertarik untuk menoleh kearah seberang jalan itu bukan karena orang yang lewatnya. Tapi entah darimana, atau entah berapa jauh.. dua meter dibelakang orang tersebut. Ada kucing kecil kurus berwarna putih dan coklat berlari mengikuti. Dia (kucing itu) sambil mengeong-ngeong dan berlari cepat terus mengikuti. Padahal mungkin larinya tak secepat orang yang berjalan terburu-buru itu. Sepertinya orang itu tak sadar atau memang tak mau sadar, dia tetap melangkah cepat. Kucing itu tetap mengikuti dan menambah kecepatan larinya hingga sampai ke kaki orang tersebut. Sadar kucing kecil itu menempel dikakinya, orang itu menendang kucing itu. Sang kucing terlempar ke semak di pinggir jalan, dia tak lagi berlari mengikuti orang tersebut. Dia hanya berteriak dengan eongannya yang lebih kencang dari tadi. Orang itu menoleh, dan kucing itu mundur dan bersembunyi di dalam semak. Selama beberapa saat dia (kucing itu) terus mengeong kencang. Dia lalu keluar semak, menoleh kekiri dan kekanan. Lalu berlari kearah dia datang tadi. Dan tiba-tiba dia berlari menyeberang jalan. Saat itu saya langsung berdiri, karena jalanan sudah mulai ramai oleh kendaraan. Benar apa yang saya takutkan, dia tetap berlari cepat meski jalanan ramai. Satu meter sebelum ban sepeda motor itu menyentuh tubuhnya. Sebuah tangan menyambar tubuh kecilnya. Saya sudah ancang-ancang dan meninggalkan tas. Tiga orang pemuda yang baru kembali dari mesjid setelah shalat subuhlah yang menyambar tubuh kucing itu. Sang pengendara motor masih berhenti di tengah jalan. Saya Cuma tersenyum ke arah tiga pemuda tadi. Tapi tidak mengucap terima kasih. Sombongnya saya. Padahal ingin keluar kalimat itu dari mulut saya.

Perjalanan kucing kecil kurus pagi itu, terus terang seperti perjalanan hidup saya saat ini. Terus mengeong, terus berlari mengikuti orang yang saya suka, terus saya mencari dan mencari perhatian orang lain, agar mereka sadar saya masih ada lho,
Terkadang dengan sengaja saya reminds teman-teman saya dengan email, sms, telpon untuk mengingatkan mereka saya masih ada (dan butuh pertolongan mereka)…

Hanya saja hingga saat ini Tiga orang pemuda yang mungkin bisa menyelamatkan saya belum pernah ada dan hadir. Mungkinkah saya juga harus melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kucing kecil itu. Menantang hidup dengan taruhan MATI.

Atau mungkin sebenarnya ada orang-orang diluar sana yang siap membantu dan menyelamatkan saya dari hidup saya yang sekecil kucing kurus itu. Tapi orang-orang diluar sana itu seperti saya yang terlalu sombong dan hanya menunggu orang lain bertindak?

Saya tidak tahu dengan nasib kucing kecil kurus itu selanjutnya. Seperti juga hidup saya selanjutnya. Hanya saja pagi ini saya tidak langsung ke rumah. Tidak juga ke warung makan favorit saya. Pagi sekali ketika sampai di kota kecil ini. Saya langsung ke rumah Ibu saya. Beneran ibu, menurutnya. Memandikan keponakan saya yang “agak dongo” menurut tetangga saya. Dia gembira sekali pagi itu. Dia bilang “saya punya amang… amang saya mandiin saya… kamu ga punya amang saya…” sambil menunjuk keponakan saya yang lain. Yang ibunya, alias kakak saya menginggalkan dia dan ikut suaminya. Keponakan “agak dongo” itu juga dititipkan dirumah ini. Bapaknya, alias kakak saya, menikah lagi dan istri barunya tidak sanggup mengurus “agak dongo”. Malu mungkin. Ibunya juga tidak mau menjemput dia,mungkin karena keponakan “agak dongo” saya itu mirip banget wajahnya dengan kakak saya. So, dirumah Ibu beneran saya ada empat anak kecil. Satu anak laki-laki dari kakak laki-laki saya yang ke empat. Dua dari kakak perempuan saya. Satu lagi ya “agak dongo” itu.

Rumah itu sudah berantakan ga jelas. Saya tidak tahu pasti, apakah karena itu hingga saat ini saya tidak juga menikah.
Yang pasti, pagi ini saya merasa hidup saya berat… banget…
Saya harus tetap hidup… bukan untuk saya.. bukan untuk kucing itu…
Untuk orang-orang yang saya rasa hidupnya lebih berat dari saya…
Emak… Sabar…ya.
Sadayana oke…

gambar kucing diambil dari portalinfaq.org
terima kasih

18 Januari, 2009

Meditasi Sederhana

Setelah mengikuti acara kemarin malam, hati ini sebenarnya tidak merasa puas, bahkan saya merasa bahwa beberapa hal seharusnya tidak saya lakukan saat itu. Beberapa kali saya juga mengutuk beberapa orang dengan keegoisan saya.
Samapi di rumah, saya tidak langsung mandi. saya malah jalan entah kenapa untuk meneangkan hati ini. saya benar - benar merasa dongkol dengan keadaan tadi. keadaan yang seharusnya saya nikmati.
Berjalan - jalan ternyata tidak membuat hati saya tenang. kembali saya diam. Bingung mau ngapain? Tetap tidak ada hasrat mandi. meski saya merasa berat dengan make up yang saya pikir terlalu berlebihan bagi saya. Pada saat break acara pun saya berusaha untuk menghapus make up itu di wajah saya.
Akhirnya saya pindah tempat untuk berdiam diri. Saya pindah ke Restroom. My Fav Place sebenarnya. Dan menemukan kembali buku "Menjadi bebas dimanapun Anda berada" pengarangnya Thich Nhat Hanh. Buku ini mengajarkan beberapa sutra dari Buddha. Beberapa buku beliau ini saya dapatkan dari teman kantor yang sudah keluar. Terima kasih untuk Anda Bapak Salimin dimanapun anda berada. Teman anda menyerahkan buku ini pada saya. karena saya pikir ada buku di tetangga dept. saya tapi dibiarkan berantakan. Akhirnya penunggu kantor meminta saya untuk membawa saja buku ini. Terima kasih juga Bu tari.
Yang luar biasa saya dapatkan dari buku ini adalah Saya merasa saya tidak sendirian menanggung rasa gondok di dada ini. Bhikku mengajarka beberapa tips meditasi sederhana yang membantu saya melewatkan malam kemarin. berikut salah satu meditasi yang saya lakukan malam itu. Its Work ! beneran.

yang saya lakukan adalah duduk dengan posisi yang seimbang. Kemudian saya memusatkan perhatian saya pada pusar. tarik nafas dan keluarkan dengan dalam dan sadari naik turunnya abdomen. pusatkan perhatian tetap pada pusar dan rasakan perut bagian bawah turun naik, selaras dengan nafas. lakukan selama lima belas menit.

Latihan meditasi tersebut berhasil membuat saya lebih tenang, dan saya melakukannya lagi setelah saya membersihkan wajah. Akhirnya saya bisa tidur lelap setelah itu. jadi bagi anda yang membaca tulisan saya ini. Coba deh, meski anda sedang tidak dalam keadaan gundah atau emosi. Menyenangkan kok!
Selamat mencoba. Sekarang saya istirahat dulu, karena besok Senin. hari dimana saya harus kembali membutuhkan meditasi lagi. Untuk berlatih.